Oleh karena itu, pengajar yang cakap akan menyajikan bahan ajaran yang bukan rana kognitif melainkan juga atektif. Supaya jangan saah mengerti, baiklah di tegaskan disini bahwa kodnitif tidak identik dengan intelektual atau ilniah. Sebuah khotbah yang menerangkan bahwa Yesus datang untuk menebus dosa manusia itu bisa menjadi sarat kognitif, tetapi belum tentu untelektual, sebab ciri bahan yang intelektual adalah adanya penalaran.
Demikian juga, perlu perlu ditegaskan bahwa atektif tidak identik dengan emosional. Sebuah ibadah yang menjadikan hadirin menangi atau berteriak histeris adalah emosional, belum tentu afektif,sebab afeksi bukan perasaan yang menggebu gebu atau melonjak lonjak, melainkan, wajar dan waras.
Sayang sekali,pendekatan yang seimbang antara rana kognitif dan afektif belum banyak digunakan. Banyak pelajaran terlalu bermuatan kognitif, padahal sebenarnya mata pelajaran pemikul muatan afektif. Misalnya, ketika seorang guru matematika memberikan contoh tentang sebuah statistik, maka yang ditulisnya adalah angka-angka korban bencana alam, sehingga dengan demikian timbul rasa peduli dan naradidik. Sungguh ironis bahwa mata pelajaran yang sebelumnya adalah pemikul muatan afektif, seperti pelajaran-pelajaran agama, musik, olahraga, budi pekerti dan sebagainya, dalam kenyataannya lebih banyak bermuatan kognitif.
Yang lebih patut disayangkan adalah bahwa banyak ibadah bersifat terlalu kognitif. Kalimat-kalimat dalam khotbah seperti "anugerah Allah menjamah kita" atau "darah Yesus menyucikan dosa kita" atau "anak Tuhan yang dipenuhi Roh" adalah pernyataan yang tedengar bagus namun susah di cerna sehingga akhirnya hanya di telan begitu saja. Bahkan doa juga banyak yang sarat kognitif. Ada doa yang berbunyi: "Tuhan,nyalakan api-Mu dengan heran atas KKR kami bulan depan di Istora Senayan mulai Senin, tanggal 4 april sampai dengan kamis, 7 april dari pukul 18.......". Bisa bisa Tuhan menjadi bingung, apa ini doa ataukah pengumuman?
Faedah lain dari belajar dan mengajar secara utuh melibatkan pikiran dan perasaan adalah bahwa pelajaran lebih mudah di mengerti, lebih mengundang tanggapan, lebih di hayati dan akhirnya bisa mendarah daging. Kita bukan hanya mengetahui dan mengerti nilai nilai tertentu, melainkan menjadikan nilai nilai itu melekat pada diri kita. Kita bukan hanya tahu,melainkan juga melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar